HABAR KALTIM, Samarinda – Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Akhmed Reza Fachlevi, menegur Ketua Serikat Buruh (SBSI 92) dan penasihat di PT Pelayaran Nasional Ekalya Purnamasari (PNEP), Sultan, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dihadiri oleh berbagai pihak, diantaranya perwakilan perusahaan, serikat buruh, Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim, serta pekerja.
Dalam RDP tersebut, Sultan membuat komentar yang dianggap kurang pantas terhadap Kadisnakertrans Kaltim, Rozani Erawadi, yang juga hadir dalam rapat tersebut. Sultan menyampaikan komentarnya, mengatakan agar Kadisnakertrans Kaltim berhenti jika ia tidak mampu menjalankan tugasnya.
“Kalau tidak bisa kerja, berhenti saja (Kadisnakertrans Kaltim)” ucap Sultan.
Pernyataan tersebut mengejutkan dan membuat Reza, yang memimpin rapat, merasa tidak dihargai. Sultan juga beberapa kali memotong ketika Reza berbicara.
“Sebagai pimpinan rapat, saya hanya memberikan teguran karena yang bersangkutan beberapa kali memotong pembicaraan peserta rapat, yang seharusnya saya pimpin. Bahkan, dia mengeluarkan kata-kata yang kurang pantas kepada Kadisnaker,” ungkap Reza di gedung E Kantor DPRD Kaltim, pada Selasa (17/10).
Saat kejadian tersebut, anggota serikat buruh yang hadir membentangkan spanduk bertuliskan “Sultan pengkhianat buruh” sebagai bentuk protes terhadap Sultan, yang kini dianggap telah berada di pihak perusahaan yang menjadi terdakwa dalam tuntutan mengenai upah lembur.
Sultan membantah mengetahui spanduk tersebut, tetapi menyatakan kesiapannya untuk melaporkan jika terdapat unsur pidana dalam insiden tersebut. Dia juga menegaskan bahwa awalnya dia berjuang untuk hak-hak buruh, tetapi sekarang merasa dikhianati.
“Saya tidak mengetahui tentang spanduk itu, namun jika saya menemukan unsur pidana, saya akan melaporkannya. Awalnya, saya berjuang untuk mereka (buruh), tetapi sekarang saya merasa dikhianati,” kata Sultan.
Di pihak lain, seorang perwakilan buruh, Selamat, menganggap Sultan sebagai pengkhianat karena saat ini Sultan berada di pihak perusahaan yang menjadi tuntutan para buruh terkait upah lembur. Situasi ini mencerminkan ketegangan dan perpecahan di antara berbagai pihak yang terlibat dalam masalah ketenagakerjaan di Kalimantan Timur.
“Teman-teman sangat kecewa, karena yang dulunya memperjuangkan kasus ini, sekarang berpihak kepada perusahaan yang kami tuntut terkait upah lembur,” tegas Selamat. (adv)