HABARKALTIM.co.id–Sejak diumumkan Ibu Kota Negara (IKN) baru ke Kalimantan Timur, isu lingkungan hidup ikut mencuat, namun isu yang tidak kalah penting untuk dibahas yakni isu ekonomi terutama kesempatan dan penyerapan tenaga kerja di IKN baru.
Mengintip realitas di lapangan, penyerapan tenaga kerja yang ada di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai Kartanegara (KuKar) masih bercampur dengan kemiskinan, walaupun diperhatikan tingkat kemiskinan di Kabupaten PPU dan KuKar di bawah rata-rata nasional, namun penurunan angka kemiskinan melaju sangat lambat.
Memperhatikan penduduk Kalimantan Timur terlihat masih didominasi masyarakat pendatang diantaranya Jawa, Bugis, Banjar, dan lain-lain sebesar 83% dibanding masyarakat aslinya yakni Dayak, Paser dan Kutai dengan persentasenya hanya 17%.
Merujuk dari data Susenas, Maret 2019, penduduk pada kelompok ekonomi 40 persen terbawah–sebagaimana yang dimaksud adalah penduduk yang miskin dan rentan miskin–banyak berasal dari penduduk asli ketimbang pendatang.
Hal tersebut diduga karena penduduk pendatang lebih mempersiapkan risiko untuk hidup dan menetap di lokasi yang baru.
Pusat pemerintahan baru di PPU dan KuKar dipastikan akan diwariskan pada generasi milenial, sayangnya mereka yang berusia 32 tahun ke bawah itu merupakan kelompok pengganggur terbanyak dengan persentase 31 persen.
“SMK memberikan sumbangan terbesar dari kelompok penganggur. Ini bukan khas Kalimantan Timur, tapi seluruh Indonesia seperti itu,” ungkap Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Pungky Sumadi, pada Dialog Nasional Pemindahan Ibu Kota Negara, Selasa (25/2/2020).
Diakui Pungky, pemerintah sudah merencanakan penyerapan tenaga kerja di Kalimantan Timur nanti. “Tambahan kesempatan kerja ke depannya nanti itu akan seputar perdagangan, pendidikan, dan juga pariwisata.”
Sebagai awalan, sektor konstruksi yang berperan untuk menyiapkan IKN baru digagas menciptakan 300 ribu-an pekerjaan baru. Penciptaan lapangan kerja di bidang konstruksi diprediksi akan terus berkembang seiring dengan berkembangnya sektor lain seperti pariwisata dan jasa-jasa. Namun lagi-lagi, sektor konstruksi yang berpotensi tumbuh tidak dibarengi dengan jumlah tenaga kerja lokal.
Ketimpangan ini mungkin bisa selesai dengan instan jika pihak terkait “mengimpor” tenaga kerja dari wilayah lain. Namun jika hal ini dilakukan, bukan tidak mungkin akan ada imbas kecemburuan sosial antara penduduk asli dan penduduk yang akan menjadi pendatang. Oleh karenanya, pemerintah melalui Bappenas menyusun strategi peningkatan kesempatan kerja dan usaha, yaitu:
- Pemetaan jenis pekerjaan yang dibutuhkan dalam pembangunan IKN;
- Pelatihan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan sektor potensial;
- Pembangunan sarana dan prasarana pendukung pelatihan tenaga kerja;
- Adanya kuota dan afirmasi bagi penduduk asli kawasan IKN; dan
- Insentif bagi para wirausahawan baru dan warga asli yang memiliki keterampilan bernilai ekonomis.